Konsumerisme Sebagai Dampak Negatif Perkembangan IPTEK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa banyak manfaat bagi kehidupan manusia, seperti meningkatkan efisiensi kerja, kemudahan komunikasi, dan akses informasi yang lebih cepat. Inovasi dalam bidang teknologi, seperti perangkat elektronik, aplikasi digital, dan e-commerce, telah menciptakan gaya hidup yang lebih praktis dan modern. Namun, kemajuan ini juga memunculkan dampak sosial yang signifikan, salah satunya adalah meningkatnya budaya konsumerisme di masyarakat. Konsumerisme adalah suatu konsep atau gaya hidup yang mendorong seseorang untuk mengkonsumsi suatu produk atau jasa tanpa terkendali karena keinginan dan hasrat pribadi.
Konsumerisme dapat terjadi karena banyak hal, contohnya karena adanya kompetisi. Sosial media memungkinkan seseorang untuk membagikan cuplikan kehidupannya, yang seringkali menimbulkan kecemburuan pada hati orang lain. Keirian ini dapat terjadi karena orang lain yang dilihatnya di dunia maya memiliki gaya hidup yang lebih tinggi dan hedon, mengenakan barang-barang branded, dan memiliki kehidupan yang nyaman. Seringkali orang yang iri akhirnya tergerak untuk tidak mau terkalahkan dan ikut membeli barang-barang mewah yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Hanya untuk meningkatkan status sosialnya, masyarakat jadi tidak berpikir panjang dalam menghamburkan uangnya.
Perkembangan IPTEK memungkinkan masyarakat untuk melakukan online shopping melalui aplikasi seperti shopee, tokopedia, dll. Aplikasi-aplikasi seperti ini dibuat dengan fitur transaksi secara daring yang dianggap unggul oleh banyak orang. Dengan adanya budaya instan di masa ini, transaksi online ini digunakan sebagai alasan untuk berbelanja. Masyarakat tidak lagi mau membeli barang di luar dan mengantri. Salah satu indikator dari orang yang sudah terpapar dampak negatif perkembangan IPTEK adalah melakukan pembelian impulsif tanpa berpikir panjang sebelum melakukan pembelian. Mereka jadi sering membeli barang-barang tidak penting untuk kepuasan sesaat, dan terobsesi dengan barang yang viral untuk mengikuti trend agar tidak FOMO (Fear of Missing Out).
Ada banyak sekali kasus atau fenomena yang menunjukkan dampak negatif IPTEK dalam perilaku masyarakat konsumtif. Contohnya adalah fenomena “Popmart” atau boneka “Labubu” yang viral tahun 2024 kemarin. Awalnya, boneka ini masuk dalam story IG anggota blackpink yaitu Lisa. Orang-orang ingin memiliki boneka yang kembar dengan idolanya, hingga akhirnya barang ini menjadi sangat viral dimana-mana. Harga awal boneka ini yang harusnya Rp 200.000 dijual ulang oleh para jastip menjadi sangat mahal, bahkan mencapai jutaan. Karena gengsi para masyarakat yang tidak ingin kalah, harga bukan lagi menjadi suatu masalah, melainkan rasa malu jika tidak punya boneka inilah yang menjadi kekhawatiran mereka.
Untuk menyikapi dan menghindari sikap konsumerisme yang timbul akibat perkembangan IPTEK, diperlukan kesadaran dan pengendalian diri yang baik dalam menggunakan teknologi. Masyarakat perlu memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, serta bijak dalam membuat keputusan konsumsi. Penting juga untuk mengedukasi diri terhadap dampak jangka panjang dari konsumerisme, seperti pemborosan sumber daya, peningkatan limbah, dan tekanan finansial. Mengembangkan pola hidup sederhana, berorientasi pada kebutuhan yang esensial, dan mendukung praktik keberlanjutan adalah langkah konkret yang dapat diambil. Selain itu, penggunaan teknologi sebaiknya diarahkan untuk hal-hal produktif yang membawa manfaat nyata, bukan sekadar pemenuhan gaya hidup. Dengan pendekatan yang seimbang, perkembangan IPTEK dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa terjebak dalam pola konsumsi yang berlebihan.
Leave a Reply